Kamis, 19 Juli 2007

Mimpi Buruk

Dia muncul dengan sorot mata merah. Wajahnya pucat, tirus dan panjang. Lubang hidungnya hanya terlihat bagaikan suatu celah kecil saja. Tatapannya hangat ketika menawarkan kami untuk ikut kendaraannya. Suasana waktu itu begitu ramai. Hingar bingar bagikan di tengah pasar.

Teman temanku langsung menyerbu masuk. Maklumlah..siapa yang engga mau menumpang di mobil mewah. Mobil merah itu terlihat begitu elegan dan mengkilap. Meski begitu, aku merasa sedikit aneh. Bagaimana tidak..Siapa org yang menawarkan tumpangan itu, kemana pula kami hendak dibawanya? Aku merasa bagaikan berada di dalam sebuah maze. Pikiran ku tak menemukan titik terang mengenai keadaan yang sedang terjadi sebenarnya.

"Mari..tunggu apa lagi?" Orang asing itu menyambutku dengan hangat. Kehangatan yang aneh. Mungkin karena ia melihat keragu-raguan yang terpancar dari sorot mataku.
"Di depan saja..karena saya ingin menunjukkan pemandangan yang istimewa padamu" bisiknya di dekat telingaku. Terasa aroma napasnya yang panas. Lagi-lagi perasaan aneh kembali meyelinap di benakku. Tak sempat aku berpikir lama, pintu depan sudah terbuka. Kakiku melangkah dengan ganjil menaiki mobil tersebut. Baru saja aku menyandarkan punggung ini ke bantalan jok yang empuk, pintu depan terdengar berkeriut menutup. Bunyinya sungguh aneh..layaknya mobil usang yang sudah bertahun-tahun teronggok di tempat pembuangan. Ah..sudahlah, lagi pula kudengar suara canda Lusya dan yang lainnya di belakang. Hati ini terasa sedikit lebih lega.

Kutelanjangi seisi mobil dengan mataku. Wah..ini baru namanya mewah. Jok kulit yang terlihat hebat, bantalan yang lembut dengan sandaran bulu-bulu. Di dasbor depan ada kotak tisu berwarna merah. Indah. Sepertinya rajutan. Baru kali ini aku melihat kotak tisu seindah ini. Coba kupegang..ah iya, lembutnya luar biasa. Keteganganku berangsur angsur menghilang, tergantikan oleh semua rasa ingin tahu mengenai isi kemewahan mobil itu.

Kulihat kebawah. Keset kaki yang terlihat mahal. Hitam bersih bagaikan baru. Aku sempat heran..jangan-jangan mobil ini memang belum pernah dipakai sebelumnya. Kutengadahkan kepala ke atas. Bagian atas mobil dilapisi oleh bulu-bulu hangat. Masi kuingat saat itu, berwarna cokelat.

Teman-temanku dibelakang tertawa semakin keras. Kok rasanya kejanggalan ini kembali datang? Ku tolehkan kepalaku ke belakang. Mereka tertawa-tawa, tapi rasanya aku begitu jauh..padahal jarak kami kurang dari semeter saja.
Orang asing itu bersandar di dekat pintu depan. Kapan nih mobilnya bakalan jalan. Aku sudah mulai bosan. Sudahlah, kuputuskan batal untuk pindah ke bangku belakang. Ketika kuputar kembali kepalaku kedepan..mataku menangkap suatu gambar yang aneh.

Eh..itu bukan gambar, batinku..
Kuraih..kok rasanya jauh. Kugapai-gapai, rupanya itu kaca. Kaca yang biasa digunakan supir untuk melihat penumpang belakangnya. Kuputar kearahku agar lebih jelas dapat kulihat gambar itu....
Mataku seakan tidak mau percaya.
Cepat-cepat kutolehkan kembali kepalaku kebelakang. Teman-temanku masih tetap tertawa.
Aku kembali melihat ke kaca.
Susansy mulai berdarah.
Wajahnya memerah..ada api di tempat duduk belakang.
Lusya menjerit-jerit. Meronta-ronta. Mereka semua terbakar, berdarah. Darah mengalir dari setiap lubang dari wajah mereka. Yang kudengar saat itu tangisan, teriakan ketakutan dan ketidakberdayaan.

Mulutku bungkam. Tepat pada saat itu orang asing itu menoleh lewat kaca depan.
"Bagaimana..kita berangkat sekarang?" tanyanya dalam suara datar.
Saat itulah baru dapat kulihat wjahnya secara jelas.
Mata itu bukan mata. Hanya ada celah kecil dengan kelopak mata yang dalam dan bola mata yang tipis bagaikan kucing.
Hidung itu bukan hidung, hanya berupa dua garis..seperti ular. Kulitnya begitu pucat.
Aaaaaaaaaaaaa...rasanya saat itu seluruh tenangaku kukerahkan untuk berteriak saja. Ia tetap menatapku. Secepat kilat aku menarik pegangan pintu. Terkunci. Orang asing itu membuka pintu sebelahnya. Ia akan masuk. Tidak..tidak..aku sudah katakutan. Kutendang sekuat tenagaku. Pintu menjeblak terbuka.

Aku membuat diri keluar. Lututku berdarah karena terjatuh. Kuraih pintu belakang. Kusambar Eddy yang masih tertawa aneh. Aku tidak tahu apa yang terrjadi padanya. Kutarik tangannya. Aku berlari secepat mungkin. Menyusulkah orarng asing itu? Aku tak berani memandang kebelakang. Terus kutarik Eddy yang terasa makin lama makin berat.
Aku terus berlari sambil menangis..kakiku menginjak sesuatu yang basah. Aku terpeleset..

Aku terbangun.


3 komentar:

Anonim mengatakan...

oke boss

Anonim mengatakan...

oke boss

Boston mengatakan...

oke juga/apanya sich yang oke??
cuma ikut oke aja :)